Tuesday, 7 June 2011

Mengukur sebuah cinta

Dikisahkan ketika menjelang Perang Uhud, Abdullah bin Jahsy mengajak sahabatnya, Sa’d bin Abi Waqqash untuk berdoa. Ajakan itu dipersetujui oleh Sa’d. Keduanya mulai berdoa. Sa’d berdoa terlebih dahulu: “Tuhanku, jika nanti aku berjumpa dengan musuhku, berilah aku musuh yang sangat perkasa. Aku berusaha membunuh dia dan dia pun berusaha membunuhku. Engkau berikan kemenangan kepadaku sehingga aku berhasil membunuhnya dan kemudian mengambil miliknya (sebagai rampasan perang).”

Abdullah mengaminkannya. Tiba giliran Abdullah berdoa:

“Tuhanku, berilah aku musuh yang gagah perkasa. Aku berusaha membunuhnya, dan ia berusaha membunuhku. Kemudian ia memotong hidung dan telingaku. Kalau nanti aku bertemu denganMu, Engkau akan bertanya: ‘Man jada’a anfaka wa udzunaka?’ (Siapa yang telah memotong hidung dan telingamu?). Aku akan menjawab bahawa keduanya terpotong ketika aku berjuang di jalanMu dan jalan Rasulullah (fika wa fi rasulika). Dan Engkau, ya Allah akan berkata: ‘Kamu benar!’ (shadaqta).”

Sa’d mengaminkan doa Abdullah tersebut. Keduanya berangkat ke medan Uhud dan doa keduanya dimaqbulkan Allah.

Sa’d bercerita kepada anaknya, “Duhai anakku, doa Abdullah lebih baik daripada doaku. Di senja hari aku lihat hidung dan telinganya tergantung pada seutas tali.”... (Diriwatkan kisah tersebut dalam kitab hayatus sahabah, halaman 524-525)

Kisah tersebut telah melukiskan sebuah cara untuk mengukur tahap cinta kita pada Allah S.w.t. Sementara ramai yang berdoa agar mendapat ini dan itu, seorang pencinta sejati akan berdoa agar dapat bertemu dengan Kekasihnya sambil membawa sesuatu yang dapat  dibanggakan Ketika di Padang Mahsyar nanti..dan  ketika mana Allah bertanya kepada  hambaNya: “Dari mana engkau peroleh hartamu di dunia?” hambaNya  akan menjawab: “Harta itu aku peroleh dengan kolusi dan korupsi, dengan cara kekerasan atau selainnya”

Allah S.w.t bertanya lagi, “Apa saja yg telah engkau lakukan di dunia?”
“Ku hiasi hidupku dgn dosa dan nista, tak henti-hentinya ku cintai indah dan gemerlapnya dunia hingga aku dipanggil menghadapMu.” Allah S.w.t dengan murka akan menjawab, “Kamu benar!” 

Bandingkan dgn seorang hamba lain yang ketika di Padang Mahsyar berkata kpd Allah S.w.t:
“Telah ku tahan lapar dan dahaga di dunia, telah ku basahi bibirku dgn zikir, dan telah ku curahkan waktu dan tenagaku utk keagungan namaMu, telah ku hiasi mlm ku dgn ayat suciMu dan telah ku letakkan dahiku di sejadah untuk bersujud pada kebesaranMu.” Dan Allah  S.w.t akan menjawab: “Kamu benar!”

Duhai diri dan kalian.. adakah kebahagian yang lebih dari itu, ketika mana seorang hamba menceritakan amalnya dan Allah akan membenarkannya. Mahukah kita pulang nanti ke kampung Akhirat dengan membawa amal yang bisa kita banggakan? atau...Mahukah kita temui Kekasih kita sambil membawa amalan yg akan menyenangkanNya? 
Wallahua ‘lam bisshawab~~~

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...